Hari jumat jam
sepuluh pagi, suasana alam sedang senang. Semua terlihat indah, matahari
bersinar cerah, bunga dan pepohonan menari ditiup angin. Terdengar dari
kejahuan suara kereta kuda yang sedang membawah sepasang pengantin yang akan
melaksanakan pernikahan di gereja kecil dekat sungai. Pengantin peria terlihat
sangat bahagia selalu tersenyum disepanjang waktu, sedangkan sang wanita hanya
terdiam tanpa eksperesi.
Pintu gereja terbuka, semua undangan berdiri untuk menyambut
kedua mempelai. Bunga mawar merah ditaburkan saat mempelai melintas diatas
karpet merah. Sedangkan dipojok sana seorang wanita dengan rambut keriting
sedang bercerita awal mempelai bertemu.
Mereka bertemu disebuah toko boneka. Saat itu sang peria
sedang mengunakan setelan baju putih berlengan panjang dengan sepatu hitam yang
sudah disemir dan celana kain berwarna hitam. Sedangkan si wanita memakai gaun
merah, terlihat sangat cantik.
Mereka tidak sengaja berpapasan, sang peria berhenti
berjalan dan mengamati si wanita. Sang peria terpesona lalu berjalan
menghampiri si wanita, sang peria menyapa mengajak bicara tapi si wanita hanya
diam. Sesaat kemudian seorang wanita berrambut keriting datang memperkenalakan
dirinya dan si wanita. Wanita berrambut keriting dan sang peria sibuk membicarakan
si wanita tapi si wanita hanya diam mengamati orang-orang berlalu-lalang
dijalan.
Disela-sela cerita wanita berrambut keriting dan riuh riah
para undangan terdengar suara tangis dari beberapa orang, salah satunya dari
wanita tua yang duduk dikursi paling depan, dalam tangisnya dia berkata “aku
ingat saat pertama dia mengajak si wanita kerumahku, aku memarahi dia disampai
suarahku habis tapi sekarang dia malah memikahi wanita itu,” wanita tua
meneruskan tangisannya.
Tangisan juga datang dari wanita cantik bergaun putih. Wanita
cantik itu terus mengusap air matanya dengan saputangan. Dia tak sangup bicara
tapi hatinya bertanya “kenpa, kenpa, kenpa” melihat kedua mempelai “kenpa aku
dulu meningalkan sang peria jika aku tak menginggalkannya mungkin semua ini
tidak akan terjadi”.
Disebelah wanita bergaun putih berdiri seorang peria gagah
dengan dasi putihnya. Gerak geriknya sedikit berbedah, seperti sedang bercerita
tapi dalam hati, mungkin sebuah kejadian memalukan.
Malam itu sangat sunyi bahkan kau bisa mendengar saat dua
daun sedang bergesekan, tiba-tiba peria berdasi putih mendengar suara aneh dari
sebelah rumahnya. Kemudia dia mencoba untuk melihat apa yang terjadi, dia naik
ke lantai atas masuk kedalam kamarnya membuka gorden jendela dan melihat sang
peria sedang menggauli si wanita. Dia terkejut, tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya, tapi dia ingin memastikan. Ternya benar, sang peria dengan rakus
menciumi bibir si wanita, sedangkan si wanita hanya pasrah menerima perlakuan
sang peria.
Seorang gadis penabur bunga berharap cemas dalam hatinya “si
wanita cantik aku ingin mengajaknya bermain, mungkin bermain minum teh akan
cocok”.
Kedua mempelai sampai didepan pendeta, siap mengucapkan
janji suci. Namun masih ada saja yang mau bercerita. Sebuah kejadian yang
memang patut untuk diceritakan, saat sang peria melamar si wanita.
Kali ini yang bercerita aku sebagai sahabat sang peria, saat
itu malam sangat indah bulan terlihat bundar sempurnah dan bintang bertaburan
seperti gula yang jatuh dari wadahnya. Si wanita sedang duduk sendiri diatas
kursi taman melihat air mancur didepannya, lalu sang peria datang dari utara
memakai jas hitam dan membawah setangkai bunga mawar. Mereka berbincang cukup
lama, tiba-tiba semua lampu taman mati tapi ada kilauan cahaya lain disebrang
air mancur. Cahaya itu sepertinya membentuk beberapa huruf, belum bisa dilihat
karena tertutup oleh air dari air mancur. Berlahan air mancur mulai berhenti,
dan terlihat sebuah kalimat. MARRIED ME.
Dan sekarang mereka akan menikah. Sang peria melihat
sekeliling untuk mengetahui siapa saja yang datang. Dia melihat dipojok sana
ada seorang penjaga toko boneka dengan rambut keritingnya, dalam hati sang
peria berkata “terimakasi telah mengenalakan aku dengan istriku”.
Lalu pandangannya tertuju pada ibunya yang sedari tadi
menengis dimeja peling depan, sang peria berkata dengan suara paling pelan dari
seorang manusia “maaf bu ini pilihanku”.
Sang peria tercengang melihat seorang wanita bergaun putih begitu
cantik tapi wanita indah itu berdiri disampiang seorang peria berdasi putih berperawakan
tinggi besar, mereka berdua sangat serasi. Sang peria menganggukkan kepala
memberi hormat untuk peria berdasi putih dan tersenyum kepada wanita bergaun
putih.
Sekarang sang peria melihatku dengan senyman seorang sahabat
aku membalas sanyumannya. Dalam senyumnya seakan dia mengucapakan terimakasi,
entah terimakasi untuk apa. Aku adalah orang yang paling menentang hubungan
mereka, ribuan kali aku bertanya kenpa dan mengapa tapi dia hanya tersenyum.
Tiba-tiba senyum yang tadinya terarah padaku hilang, ada
sebuah suara penghenti reaksi kebahagian sesaat ini. Suara dari seorang peria
berkumis tebal, berbadan kekear, dan mempunyai tatapan kebencian dari kedua
lubang matanya. Suara itu diucapakan cukup pelan sampai aku yang dibelakang
bisa mendengarkan. Suara dari kakak sang peria “kau menikahi sebuah boneka?”.[]