“Tuhan, jadikan
hari ini lebih baik dari pada hari kemaren” kata seorang perempuan dipojok malam
yang masih buta.
Setiap pagi perempuan ini akan bangnun untuk menyapa
tuhannya. Walaupun dia hanya hidup dalam sebuah cerita yang dibuat oleh penulis
awam dan asal-asalan.
Diceritakan perempuan ini memiliki badan yang teramat indah.
Seperti penulis peria lain, yang suka menggambarkan perempuan seksi, rapuh,
lemah yang membutuhkan perlindungan dari peria. Tapi jika penulisnya perempuan,
mungkin perempuan dicerita ini akan begitu kuat, tanggu dan tidak membutuhkan
perlindungan peria.
“tolong-tolong, jangan ganggu” teriak perempuan pada
segerombol peria yang mencoba menjahatinya. Tapi apa daya dia hanya perempuan
rapuh dan lemah yang butuh perlindungan peria.
Peria nakal mulai mengerayangi tubuh perempuan yang
digambarkan memang indah. Perempuan berteriak tapi tidak ada jawaban, makluam
ini tengah malam yang buta. Sekarang hanya tuhan yang bisa menyelamatkan
perempuan ini.
“Tuhan tolong aku, tuhan tolong aku” gumam perempuan.
Tapi dia hanya tinggal disebuah cerita yang tuhannya adalah
penulis. Penulis semakin nakal mempermainkan tokoh perempuan dalam imajinarsinya.
Sedangkan perempuan ini terus berharap pada tuhan.
Lalu didunia nyata, suara azan mengudara sampai pada
pojok-pojok kota, didengar jutan manusia, salah satunya penulis dari tokoh
perempuan. Azan membuyarkan imaji nakal penulis. Menggantinya dengan
ketenangan.
“astaga” kata penulis saat tahu kenakalan fikirannya.
Penulis menghapus semua cerita kotornya menggantinya dengan
sebuah lamaran dari laki-laki yang dicintai perempuan.
Dimalam-malam yang lain penulis dan tokohnya menyapa tuhan
mereka yang berbeda wujud. Penulis dengan tuhanya yang abstrak dan perempuan
dengan tuhan penulis[]