Hujan telah berakhir saat kita
sampai di Surabaya. Memudahkan kita mencari bus untuk melajutkan perjalanan
kita ke Tulungagung.
dua tiga bus telah lewat, karena
banyaknya penumpang yang jika kita menaikinya kita akan dipaksa untuk berdiri
sampai tujuan kita.
Bus terus melewati kita, temanku
Arif mengajak kita untuk pergi dulu ke Pare mengunjungi teman lamanya. Dan
akhirnya diputuskan untuk pergi ke Pare lalu besoknya kita akan ke Tulungagung.
Ternyata kepadatan penumpang bus
menuju Pare tidak jauh berbeda dengan bus menuju ke Tulungagung. Kita tetap
memaksa masuk bersama lima, enam, penumpang lainya. Agak sulit memang, akhirnya
kita mendapat tempat di samping pintu depan bis. menempatkan badan kita
senyaman mungkin walaupun masih dengan posisi berdiri bersama beberapa
penumpang lainnya.
Bus mulai berjalan meninggalkan
terminal Bungurasih Surabaya. Membuat ku merasakan angin menyentuh kulit yang
sedari tadi berkeringat kepanasan karena penuh sesaknya penumpang.
Masih kita berdiri dan mungkin
kita tidak akan duduk selama perjalananan ini. Ku melihat ke luar jendela, ku
dapati begitu banyak kendaraan mulai dari sepeda motor sampai dengan mobil
terjebak dalam kemacetan yang cukup panjang.
Melihat ku ke dalam bus, aku
dapati beberapa penumpang dengan wajah murung. Mungkin mereka sudah terlalu
lelah untuk berdiri. Berbeda dengan kami, tetap semangat dengan senyum yang
terus terlukis dalam kerutan wajah kami.
Kembali aku lihat keluar jendela,
cukup kesal rasanya jika melihat kernet yang tetap memasukan penumpang walaupun
sudah penuh sesak didalam bus begitu juga dengan seorang penjual jajanan yang
memaksa masuk untuk menawarkan daganganya. Terkadang kernet yang mengatur masuk
keluarnya penumpang hanya bisa diam melihat penjual itu memaksa masuk.
Setelah berdiri kurang lebih dua
jam sampailah kita di stasiun jombang. Memang rencana awal kita akan di jemput
oleh temannya Arif.
Turun dari bus kita langsung
duduk di trotoar jalan untuk melepas lelah. Beberapa menit kemudian kita
berjalan menyeberangi rel kereta dan kita jumpai sebuah warung kopi, aku memesan
es teh berbeda dengan Arif yang memesan secangkir kopi pahit.
Kunikmati padatnya jalanan kota
jombang sambil menungu jemputan kita. selang beberapa menit ada seorang lelaki
menyebrang jalan, pakaian bawahan sarung dengan atasan jaket krem. Bertemu
dengan kita, langsung menyapa Arif kemudian meyalaminya. Mereka bicara sebentar
lalu aku dikenalkanya oleh Arif.
Puas bicara, Arif mengambil
sepeda motor di seberang jalan. Jupiter berwarna hijau yang membawa kita menuju
pare.
Kita berhenti di sebuah lampuh
merah, tak jelas kenapa kita berhenti disana. Namun selang beberapa menit kita
disana, aku dapati seorang wanita berkerudung dari arah berlawanan menyapa
kita. mungkin dia yang sedang kita tunggu.
Setelah menyeberang dia –wanita
yang menyapa kita- menyalamin kita satu persatu. Membawa suasana baru dalam
kelompok ini, menjadi lebih ramai.
Kemudian kita teruskan kesebuah
tempat, aku berboncengan dengan seorang laki-laki –teman Arif- dan Arif dengan
wanita berkerudung itu. Kita berhenti disebuah rumah makan, Arif dan teman
laki-lakinya itu memesan nasi goreng dan kopi, sedangkan aku dan wanita itu tak
memesan apa pun. Maklum aku sudah makan sebelumnya di terminal Bungur . Dan
wanita itu sudah makan katanya.
Sambil mengobrol dan menunggu
pesanan aku mencoba melihat sekeliling rumah makan ini. Suasana yang di berikan
cukup tenang, ada dua meja di dalamnya satunya kosong dan satunya kita gunakan.
Jika kita keluar akan kita temui dua meja tanpa kursi yang sudah di penuhi oleh
orang-orang. Sedangkan di teras yang masih beralaskan tanah ada dua meja dengan
kursi kosong siap digunakan siapa pun. Di seberang jalan dari tempat kita makan
Arif menunjukan sebuah tokoh buku.
Pesanan akhirnya datang, dengan
masih asik berbicara. Arif dan temannya -laki-laki- menyantap nasi goreng
dihadapannya, dan aku masih sibuk menikmati suasana yang diberikan rumah makan
itu. akhirnya aku masuk dalam pembicaraan tiga orang ini. membuat suasana rumah
makan yang tenang menjadi gaduh karena gelak tawa kita.
Karena sudah malam dan rumah
makan juga akan tutup, kita akhirnya pergi meninggalkannya sendiri setelah
Mengantar wanita itu pulang, sedangkan Aku dan Arif diantarkan kesebuah ruangan
yang disana terdapat tikar hijau dan papan tulis yang menyambut kita, ada
sebuah kasur tergeletak di pojok ruangan itu. Kita menata kasur itu sedemikian
rupa agar bisa digunakan untuk bertiga. kita tidur berjajar seperti ikan yang
sedang di jemur dalam panasnya sinar matahari, kantukpun menyerang hingga
akhirnya kami terlelap .